Enam bulan telah berlalu di tahun ajaran ini. Ulangan semester ganjil telah dilaksanakan, begitu pula dengan hasilnya juga sudah diserahkan pada masing-masing siswa. Masing-masing siswa yang memegang raportnya pada saat itu, memperlihatkan senyum khasnya yang menandakan kepuasan mereka akan hasil yang telah mereka dapatkan. Ada yang saling menanyai peringkat,nilai, sampai saling membandingkan rata-rata nilai raportnya. Para wali siswa yang mengambilkan raport anaknya juga terlihat senyum yang penuh dengan kebanggan. Akan tetapi, ada seorang murid yang terlihat sibuk diberi nasehat oleh seorang guru,
“Randy…aku saungguh kecewa dengan apa yang telah kau dapatkan hari ini. Dulunya aku percaya bahwa kamu akan berubah dan mau belajar lebih giat lagi untuk memperbaiki nilai-nilaimu. Tapi itu semua kamu anggap angin lalu saja, kau tidak pernah mau menghiraukan apa yang aku katakana selama ini kepadamu. Sekarang terserah kamu saja, aku hanya bisa berdoa agar kamu bisa berubah di semester dua nanti” begitulah nasehat guru itu kepada Randy.
“eh lihat itu, anak yang terkenal pemalas itu sedang dimarahi pak guru” bisik salah seorang murid kepada temannya
“ya…dia itu memang pemalas, jadi wajarlah dia dapat nilai yang tidak memuaskan” tanggap temannya
Begitulah teman-teman Randy bersikap kepadanya. Sekarang dia terlihat termenung sendiri sambil melamun seperti dia sudah menyadari perbuatannya selama ini.
“Hai Randy,,kenapa disitu aja,,ayo kesini!” suara temannya menegur dari belakang
“ah ndak, aku sedang males” jawab Randy dengan suara agak rendah dan muka kecewa
Melihat temannya terlihat murung itu, Daus nama temannya langsung menghampirinya,
“kamu kenapa Ran?” Tanya Daus kepadanya
“ndak apa- apa kok Us” jawab Randy dengan nada tidak bergairah
“ndak kenapa-kenapa kok diam ja disini?” Daus bertanya kembali
“huuuh,,,nilaiku untuk tahun ini sungguh mengecewakan. Hampir seluruh mata pelajaran aku tidak tuntas, balum lagi aku ada di peringkat terakhir di kelas. Aku telah mengecewakan ibuku yang setiap pagi bangun untuk mempersiapkan dagangan dari mulai terbit fajar sampai pulangnya bercucuran keringat. Semua dilakukannya demi aku. Dan yang selalu aku ingat ketika dia mengatakan, lelah ini sama sekali tidak akan terasa ketika melihat anak ibu selalu berada di atas dalam pelajarannya. Begitulah dia mengatakan itu padaku” tutur Randy yang terlihat begitu sedih
“sudahlah Ran, hal ini sekarang telah berlalu. Sekarang kamu harus jadikan ini sebagai pelajaran untuk menempuh kehidupan kedepannya” hibur Daus sambil memegang bahu Randy
“ya…” jawab Randy sedkit merasa terhibur
“lagi pula, peringkat kita juga tidak beda jauh kok. Aku juara tiga yang terakhir” tutur Daus sambil ketawa untuk menghibur Randy, dan Randy pun merasa terhibur dengan hal itu.
“baiklah…sekarang aku akan belajar dengan giat. Lihat saja nanti aku akan juara satu di semester genap yang akan datang” kata Randy dengan penuh semangat yang baru saja kembali
“nah…begitu donk, sekarang ayo kita gabung dengan teman-teman yang lain” ajak Daus
Setelah kesedihannya agak berkurang, lantas dia ikut berkumpul bersama teman-temannya. Kira-kira satu jam meraka saling meluapkan perasaan mereka, baik itu sedih maupun senang, akhirnya mereka semua pulang ke rumah masing-masing setelah menerima pengumuman bahwa liburan akhir semester selama dua minggu.
Dua mnggu telah berlalu setelah pembagian raport itu. semua siswa kembali ke sekolah setelah liburan panjang. Di kelas Randy terlihat siswa siswi sedang sibuk saling bercerita tentang pengalaman saat liburan. Ada juga yang hanya terdiam karena memang liburannya hanya di rumah saja.
Bel pertama tanda pelajaran dimulaipun berbunyi, semua siswa masuk kekelas untuk memulai aktifitas seperti biasa setelah liburan semester. Ketua kelas pergi mengambil peralatan kelas dan guru mengabsen murid-murridnya. Setiap yang di sebut namanya langsung mengatakan hadir. Sampai di sebutlah nama
“Randy…”
“belum datang pak” sahut salah seorang siswa
“hadir” tiba-tiba terdengar suara dari bangku paling belakang tempat duduknya Randy
Semua siswa kaget melihat bahwa Randy telah telah duduk di bangkunya. Kapan ia datang tidak ada yang mengetahui. Semua siswa merasa heran, tapi tidak ada yang berani bertanya, karena takut akan mengganggu pak guru yang sedang mengabsen siswanya.
Setelah mendata semua siswa, bapak guru langsung bertanya kepada siswa siswa
“anak-anak sudah jadi tugas liburannya”
“sudah pak, tapi banyak yang sulit” jawab salah satu siswa yang termasuk siswa paling pintar di kelas tapi sayang dia itu orangnya sombong, Alex namanya
“yang mana yang sulit,Alex?” Tanya bapak guru
“yang nomor 40 sama 50 pak”
“anak-anak siapa yang bisa jawab nomor 40 dan 50?”kembali guru itu bertanya kepada siswa dan terlihatlah sebuah tangan yang terancung tinggi ke atas. Ternyata itu Randy yang ingin menjawab soal yang sulit tadi. Randy pun maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal itu dan semuanya dia selesaikan dengan sangat cepat dan benar. Hal itu membuat teman-teman yang lain kaget dan diam tanpa kata. Randy yang pada semester satu dulu selalu remidi bisa mengerjakan soal yang sangat sulit itu.
Enam bulan telah berlalu saat kejadian itu, dan semester genap pun semakin dekat. Banyak siswa yang masih merasa tidak percaya dan kagum kepada Randy yang begitu berubah drastis. Dulunya sosok yang selalu remidi dengan nilai yang sangat rendah, berubah dengan nilai yang begitu memuaskan. Bahkan dia juga pernah mengalahkan guru dalam pelajaran matematika. Sampai temannya Alex tidak suka kepadanya karena dia merasa tersaingi. Tapi satu yang tidak berubah dari Randy, yaitu sifatnya yang suka begaul dan senang di ajak ngobrol serta tidak sombong dan juga rajin menabung. Sifat-sifatnya itulah yang membuat dia disenangi oleh teman-temannya.
Akhirnya saat yang dinanti telah tiba, yaitu ulangan semester genap dimana kenaikan kelas ditentukan. Semua siswa sibuk belajar mempersiapkan segalanya, dari mental sampai pengetahuan yang telah di peroleh selama enam bulan terakhir. Tidak ada seorang siswa pun yang tidak belajar selama seminggu itu. seminggu yang penuh dengan kesibukan para pelajar untuk belajar tentunya, hingga sampailah pada saat mengetahui hasilnya
Di ruangan tempat pembagian raport itu, terlihat berbagai macam ekspresi wajah. Ada wajah penuh dengan kecemasan, ada wajah yang penuh dengan kekhawatiran, sampai wajah yang terlhat tenang-tenang saja karena sudah punya firasat akan dapat juara dengan nilai yang memuaskan. Terlihat dalam kelas itu, Daus dan juga dekatnya lagi ada Alex yang senantiasa memperlihatkan wajah sombongnya yang selalu merasa bahwa yang juara kali ini pasti dia seperti semester sebelumnya.
“baiklah anak-anak. Sekarang saya akan mengumumkan siapa yang mendapat peringkat pertama sampai peringkat sepuluh. Saya akan memulai dari peringkat ke sepuluh” begitulah pak Ali sebagai wali kelas menyampaikan pembukaan pidatonya. Setelah beberapa lama, sampailah penyebutan siapa yang berada pada peringkat ketiga…
“peringkat ke tiga diraih oleh…Daus” riuh tepuk tangan terdengar dan wajah si Daus yang penuh dengan kebanggaan.
“dan yang mendapat peringkat kedua adalah…Alex” riuh tepuk tangan terdengar pula akan tetapi wajah Alex terlihat kesal karena tidak berada pada peringkat pertama. Kalau bukan Alex, lalu siapakah yang dapat juara pertama? Hal itu masih menjadi mistery dalam benak setiap siswa saat itu, dan tidak lain yang menjadi juara kelas adalah Randy. Akan tetapi semua siswa di sana merasa heran, karena ketika dipanggil-panggil nama Randi tidak ada jawaban juga, dan ternyata Randi tidak masuk. Apakah sebabnya Randy tidak masuk pada saat yang penting itu. Pak Ali juga bertanya-tanya, kenapa Randy tidak masuk tanpa ada keterangan. Kemudian bapak guru menanyakan kepada Daus yang merupakan teman dekat Randi, akan tetapi jawabannya tidak juga di dapatkan. Akhirnya dia berkata kepada Daus
“daus, apa kamu besok punya waktu? Bapak mau mengajakmu ke rumahnya Randi, bapak khawatir kalau nanti Randi ada masalah sampai tidak masuk sekolah, sekalian juga kita mengucapkan selamat kepadanya atas keberhasilannya”
“oh tentu pak, lagi pula saya juga sudah lama tidak kerumahnya sejak semester satu, maklum pak, rumahnya kan jauh dari sekolah” begitulah jawab Daus kegirangan.
“baiklah, besok kita berangkat jam delapan pagi” kata Pak Ali
“ya pak…” jawab Daus
Keesokan harinya, tepatnya jam delapan Daus dan Pak Ali berangkat menuju ke rumah Randi dengan sepeda motor bermerek astrea Prima keluaran tahun 89 yang merupakan milik pak Ali. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 45 menit dengan melewati persawahan dan pedasaan, akhirnya mereka sampai di rumah Randi. Di sana mereka disambut oleh seorang wanita yang kira-kira berumur empat puluh tahunan, tidak lain adalah ibunya Randi. Ibu Randi melihat mereka agak kaget, akan tetapi apakah yang membuatnya kaget? Nanti kita akan tahu
“mari silakan masuk pak” sambut ibunya Randi kepada pak Ali dan Daus seperti sudah kenal dan memang ibu Randi mengenal mereka berdua karena mereka pernah datang kesana sebelumnya.
“ya trimakasih buk” jawab pak Ali sambil duduk di sebuah kursi yang terbuat dari bambu yang sudah terlihat tua tapi masih kuat menanggung satu orang dewasa
“tunggu sebentar pak, saya mau buatkan minum dulu” ibu Randi berkata
“tidak usah repot buk, kita langsung saja menyampaikan maksud kami.”
Lalu ibunya Randi pun mengikuti apa yang tamunya itu inginkan dan dia duduk kembali bersama tamunya itu
“begini bu, kami sangat senang dengan apa yang telah di raih oleh Randi. Peningkatannya dibanding dengan semester satu dulu, dia sudah jauh berubah, hal ini tentunya berkat kerja keras ibu sebagai orang tua juga. Di semester dua ini Randi mendapat peringkat pertama dan kami kesini ingin mengucapkan selamat kepada ibu dan Randi”
Akan tetapi ibu Randi hanya terdiam tanpa kata. Sesaat dia terdiam, kemudian terlihat kedua matanya dibanjiri air mata. Pak Ali dan Daus mengira kalau ibu Randi menangis karena senang, akan tetapi setelah diamati lebih dalam lagi, ternyata ibu Randi menangis karena bersedih. Dalam tangisannya itu, dia mengeluarkan sepatah kata
“pak Ali dan nak Daus, sebelumnya saya minta maaf karena saya tidak pernah mengabarkan tentang musibah yang Randi alami”
Sambil keheranan dan tidak mengerti pak Ali langsung bertanya kepada ibu Randi
“apakah yang ibu maksud sebenarnya, kami tidak mengerti?”
Lama pertanyaan itu dijawab ibu Randi, karena sangat sedihnya menahan air mata, kemudian di lanjutkanlah pembicaraannya
“dulu, saya sebagai ibu Randi sangat mengharapkan Randi menjadi anak yang rajin dan pandai dalam pelajarannya. Mingkin itulah yang membuatnya merasa punya kewajiban kepada ibu untuk suatu saat menjadi anak yang berprestasi. Akan tetapi semua itu kandas di tengah jalan” ibu Randi menghentikan pembicaraannya untuk menahan tangis.
Lalu Daus mencoba mengeluarkan suara dan berkata
“kenapa ibu bilang gitu, kan sekarang Randi sudah berhasil memenuhi keinginan ibu”
“Randi telah meninggal enam bulan yang lalu dalam sebuah kecelakaan” jawaban yang tiba-tiba dilontarkan oleh sang ibu yang berlinang air matanya kepada pak Ali dan Daus. Suasana saat itu menjadi hening seketika, pak Ali dan Daus yang mendengar berita itu tidak lain yang dikatakan,
“innalillahiwainnailaihirojiun”
Saking sayangnya kepada ibunya dan ingin memenuhi keinginannya, walaupun dunia berbeda tidak membuatnya menyerah untuk meraih cita-citanya. SEKIAN
Ebook:
Ebook:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar